Rabu, 18 September 2013

Agus Yusuf : Keterbatasan Fisik yang mampu membawanya mendunia lewat lukisan



Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk meliput tentang profil pak agus yusuf, seorang bapak dua anak dari desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun yang mengalami cacat tubuh sejak bayi. Tanpa kedua tangan dan satu kaki saja beliau selalu optimis dapat mengupayakan hal terbaik untuk hidupnya. 

Pak Agus merupakan anak seorang buruh tani yang hanya lulusan SMP. Dan setelah itu pekerjaan yang banyak dikerjakannya adalah menggembala kambing. Saya tidak pernah bisa membayangkan bagaimana keterbatasan fisik seperti beliau harus menjaga dan menghalau kambing-kambingnya. Namun semangat hidup dan rasa percaya diri merupakan dua kata ajaib yang dimiliki oleh Pak Agus. Meski terlahir dengan kondisi fisik cacat namun Agus kecil tetap percaya diri ketika harus bermain bola bersama dengan teman-temannya. Dengan keterbatasan fisik itu memang Pak Agus harus melatih dirinya agar mampu mandiri dan tidak bergantung pada pertolongan orang lain ketika harus beraktifitas.

Bakat melukisnya memang sudah terlihat sejak kecil. Bahkan pada saat menginjak bangku Sekolah Dasar pak Agus berhasil menjuarai lomba lukis tingkat kecamatan. Setelah memasuki jenjang yang lebih tinggi yaitu Sekolah Menengah Pertama bakat melukis Pak Agus semakin terasah. Namun sayang karena himpitan ekonomi dan orang tuanya yang hanya sebagai buruh tani, terpaksa ia harus mengubur impiannya untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Maka Agus kecil  lebih banyak menghabiskan waktu untuk membantu orang tuanya,  menggembala kambing, merumput, mencari kayu bakar. 

Waktu berjalan hingga sampailah pada suatu hari pada tahun 1987, seorang tetangganya menunjukkan majalah Hai yang memuat pengumuman AMFPA yang membuka kesempatan bagi orang cacat yang bisa melukis menggunakan kaki dan mulut.



Ya AMFPA atau Association of Mouth and foot Painting Artists  merupakan salah satu yayasan internasional yang berpusat di swisszerland yang akhirnya pada tahun 1989 menerima Pak Agus sebagai student member. Kini tidak hanya berpredikat sebagai student member tapi telah berhasil meraih jenjang yang lenih tinggi, yaitu menjadi associates member.

Itulah titik awal bagi Pak Agus untuk menapaki hidup baru. Pria kelahiran tahun 1966 itu menandatangani kontrak dengan AMFPA untuk 3 tahun kedepan saat itu. Ia pun mempunyai  hak dan kewajiban setiap bulan wajib mengirim antara 2 hingga 3 lukisan.  Pihak AMFPA berhak menjual atau mereproduksi lukisan itu untuk berbagai keperluan, misalnya untuk kartu natal, kartu lebaran ataupun kalender. Selain menerima imbalan apabila lukisan terpilih untuk dipublikasikan, Pak Agus juga mendapat gaji tetap setiap bulannya. Jutaan Rupiah mampu ia terima setiap bulan saat ini.

Seiring berjalannya waktu AMFPA mampu menghapus predikat kemiskinannya. Hingga kini Ia berhasil memiliki toko bahan bangunan dan mempunyai beberapa pekerja di tokonya. Sungguh suatu prestasi dari sebuah kerja keras yang dilakoninya selama ini.

Di salah satu ruang di lantai dua rumah Pak Agus tampak beberapa lukisan hasil karyanya yang dipajang, dan 3 buah album poto berisikan karya-karyanya yang ia kirim ke yayasan. Dua diantara  beberapa lukisan itu sempat dibubuhi tanda tangan oleh ibu Tien Soeharto dan Pak Harto Presiden RI kala itu.

Sembari melihat beliau memperagakan cara melukisnya dan melihat teman kameramen saya sibuk mengambil gambar Pak Agus dari beberapa angle, terbersit di pikiran saya sungguh hebat pria ini, kemiskinan dan keterbatasan fisik tidak menghentikan langkahnya untuk maju. Sangatlah malu bila kita yanag dikaruniai Allah fisik yang sempurna tapi tidak mempergunakan secara maksimal untuk hidup, berkarya dan beribadah. Sungguh banyak hal berat yang ia lalui dengan kondisi seperti itu...tapi dia berhasil melewatinya ..

Kini dengan terus berkarya dan menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia bersama istri dan dua orang anaknya Pak Agus tetaplah sosok pekerja keras yang tetap rendah hati, meski limpahan harta telah menghampirinya.

Dan pada kesempatan berikutnya saya mengundang beliau dalam Program yang saya bawakan di salah satu televisi lokal JTV Madiun yang bertajuk OBI, beliau datang didampingi oleh istri terrcinta dengan mengendarai mobil. Ya, meski cacat namun Pak Agus mampu mengendarai mobil dan motor yang telah direkondisi sesuai dengan kebutuhannya. Dan sekali lagi saya dibuat takjub oleh beliau bagaimana tubuhnya yang kecil dengan anggota tubuh yang tidak lengkap sanggup mengemudikan mobil dengan sangat cakap dan lihai. 




Allahu Akbar...lewat Pak Agus Allah mengingatkan saya tentang pentingnya rasa syukur dan kerja keras. Karena seperti kata guru ngaji saya, putus asa adalah teman setan. 
Terpuruk dalam suatu keadaan kemustahilan tanpa upaya untuk bangkit tidak akan merubah keadaan. Berharap belas kasih orang juga bukan suatu hal yang bijak. Kembali saya terlecut untuk lebih bersyukur dengan nikmat yang sudah Allah beri buat saya...dan selalu berpikir positif dengan ketentuan Allah buat hidup saya...semoga sedikit cerita tentang sosok Pak Agus dari Desa Sidomulyo Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun ini sanggup memberikan pencerahan bagi siapapun yang membacanya....amien.